* diambil dari buku 5 cm
Kamu sangat berarti, istimewa di hati
Slamanya rasa ini… bila nanti kita tua dan hidup masing-masing
Ingatlah hari ini _______________ (Ingatlah hari ini, Project P)
Sebuah cerita, sebuah kenangan menjadi satu dalam sebuah catatan perjalanan dan foto yang berbicara akan keagunganMu.. Dan cerita itu dimulai…
HARI 1 (14 September 2010)
Pagi yang ditunggu telah tiba. Kumandang adzan subuh sudah terdengar, dan saya masih berkutat dengan 2 karier dan 1 daypack yang akan saya dan Nesa bawa. Setelah semua selesai bergegaslah saya untuk mandi, dan bersiap-siap. Mengingat semalem kita udah janji untuk bertemu dengan Yudi di Terminal Bungurasih atau Purabaya Surabaya jam 5.00 dini hari. Tapi apa daya, Nesa baru nyampe kosan jam 5. Langsung aja tanpa babibu pergilah kita ke Bungurasih menggunakan motor. Dan ternyata Yudi sudah disana menungggu kedatangan kita. Tanpa pikir panjang kita bertiga langsung cari bus Surabaya-Malang. Bus pun udah standby, dan langsung berangkat ketika kami menaikinya. Dengan ongkos Rp 12.000 per orang, sampailah kita di Terminal Arjosari Malang sekitar pukul 07.15. Disini kami bertemu dengan tiga orang lagi, om Wawo, om Indra, dan Rifki. Meeting point di depan pintu keluar bus, satu persatu mereka bermunculan disana. Rombongan pertama lengkap, Clara, Nesa, Yudi, Om Wawo, Om Indra, dan Rifki. Akhirnya ketemu juga angkot Arjosari-Tumpang. Begitu sampai Tumpang sebagian dari kami, melengkapi logistic dan fotokopi ID untuk keperluan simaksi. Tak sengaja pula kami, bertemu dengan 3 pendaki dari Bandung yang sama-sama mau ‘ngesot’ ke Semeru. Akhirnya barenglah kita dengan 3 orang itu yang kami sebut rombongan ‘Mas Norman’.
Angkot putih itu berhenti di depan Pos Perhutani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tepat pukul 09.00.
Karier satu persatu keluar dari tubuh angkot yang mungil itu, dan setelah menyelesaikan pembayaran, maka kami pun segera menyelesaikan simaksi untuk pendakian ke Tanah tertinggi di Jawa itu. Dan karier-karier itu berpindah ke atas tubuh jeep yang garang yang sebelumnya sudah kami pesan (FYI jeep tumpang-ranupane PP 750.000). Saya dan Om Wawo pun mulai memasuki ruangan administrasi, dengan modal fotokopi KTP rangkap 2 dan fotokopi surat keterangan sehat rangkap 2 juga uang 7000/orang, simaksi pun keluar. Mudah dan simple. Simaksi pun keluar untuk 12 orang. Berhubung rombongan kedua masih di negeri antah berantah (kereta tambahan Jakarta-Malang yang mereka sebut kaleng neraka), kami ber-6 mendahului mereka dan berniat untuk menunggu di Ranu Kumbolo. Pesan singkat terkirim, dan rombongan kedua setuju, melihat tidak ada kejelasan kapan mereka sampai Malang.
Berangkatlah kami menuju Ranu Pane. Perjalanan Tumpang-Ranupane membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Sampai disana saya menyelesaikan perijinan pendakian, dan yang lainnya mulai makan siang. Setelah semua selesai kita mulai check recheck packingan masing-masing.
Langkah kami perlahan menapaki areal persawahan tepat pukul 13.15. Langkah-langkah kecil ini mulai menapaki lereng Semeru perlahan-lahan. Sebentar-sebentar kami berisitirahat, untuk mengadaptasikan kaki ini yang sudah jarang berolahraga di alam bebas ( ngeles, dasarnya emang ngesot koq, apalagi saya :hammer:).
Medan yang begitu jelas dan tidak terlalu menanjak, rimbunnya pepohonan, juga semangat kami yang membara (bagaikan api menyala-nyala waktu olimpiade) sampailah kami di Ranu Kumbolo pada pukul 17.30. Hari sudah gelap, cepatlah kami membikin tenda dan mulai memasak untuk ‘canddle light dinner at Ranu Kumbolo’ (kalo yang ini becanda org kita cuma masak bihun rebus gara2 dingin bangeet). Setalah semua makan, peralatan dapur diberesin, tidurlah kita di pelukan kabut Ranu Kumbolo.
HARI 2 (15 September 2010)
Matahari belum muncul, tapi hari sudah mulai terang, dan dingin masih menyelimuti kami semua. Perlahan kami bangun satu per satu, sebagian dari kami termasuk saya langsung ambil kamera dan tak mau melewatkan sunrise di Ranu Kumbolo yang aduhaai eloknya. Indah nian surga Semeru ini.
Setelah hari agak siang cepatlah kami memasak dan mulai bongkar tenda. Menu pagi ini sup merah, kering tempe, dan srondeng.
Hummn, apapun makanannya selama jauh dari peradaban masih tetap enak.
Dalam benak kami, pikiran melayang ke rombongan kedua yang dari Jakarta dan Cirebon. Bagaimana nasib mereka? Kenapa belum sampai sini juga? Kami putuskan untuk menunggu mereka di Kalimati dan menitipkan pesan kepada pendaki yang mau turun ke Ranu Pane.
Jam tangan udah menunjukkan 08.30 dan kami ber-6 sudah ready. Sebelumnya kami selalu berdoa memohon berkat dan karuniaNya. Awal perjalanan kita langsung disuguhi Tanjakan Cinta.
Yaah, dengan nafas ngos-ngosan (tidak dgn lidah keluar) sampailah kami diatas bukit itu dan kami melihat apa yang disebut Oro-Oro Ombo. Kami memilih jalan yang kebawah (yg kanan), kata Nesa biar kerasa Into the Wildnya. Memang benar, diantara padang ilalang itu kami berjalan beriringan, sambil ambil foto sana-sini (tak ketinggalan saya jugaa donk).
Tiba di perbatasan yang mulai memasuki hutan, kami beritirahat sebentar disana. Kami berempat (Clara, Nesa, Om Indra, dan Rifki) jalan duluan dikarenakan Om Wawo mau ngumpetin sebagian logistik. Pelan tapi pasti kami berjalan. Tidak sedikit kami berpapasan dengan pendaki yang turun maupun yang sama-sama naik. Siang hari kami beristirahat sejenak memakan bekal siang untuk mengganjal perut ini di Blok Jambangan sambil menunggu Om Wawo dan Yudi. Kurma dan Sari Nata de Coco mulai mengisi perut kami. Sedikit tenaga lagi untuk mencapai Kalimati.
Akhirnya dengan terengah-engah Om Wawo dan Yudi sampai juga di Blok Jambangan. Setelah semua siap melangkah, karier satu per satu terpasang di pundak masing-masing.
Tak berapa lama, sampailah kami di Kalimati. Sudah nampak tenda-tenda berwarna-warni menghiasi tanah berpasir ini diantara para edelweisnya. Akhirnya kami memilih spot yang akan ditinggalkan penghuninya. Saya, Om Wawo, dan Indra mulai memasang tenda masing-masing. Dan ketiga orang yang lainnya mengisi air di Sumber Mani yang cukup jauh dari situ (menurut saya).
Tenda selesai dibikin dan ketiga orang sudah kembali dengan berliter-liter air di pundaknya. Kami segera memasak, dan mulai berharap-harap cemas dengan rombongan kedua. Mengingat senja mulai menjemput, dan mereka ber-6 belum menunjukkan batang hidungnya.
Sambil menikmati senja itu, bersama obrolan ringan dengan secangkir kopi capuccino dan alunan musik Mahameru (Dewa 19) kami bercanda diantara pohon-pohon yang bergoyang tertiup angin.
Mendaki melintas bukit berjalan letih menahan berat beban
Bertahan di dalam dingin berselimut kabut Ranu Kumbolo
Menatap jalan setapak bertanya-tanya kapankah berakhir
Mereguh coklat susu menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Tak berapa lama, rombongan kedua muncul dengan kedatangan tiga orang yaitu Nanoenk, Fajar, dan Angga. Dan berikutnya mulai disusul Anduk, Awal, dan Angan. Akhirnya, lengkap sudah personil kami.
Disini planning mulai berubah, yang rencana kita akan muncak malam ini, diundur besok malam melihat fisik dari rombongan Jakarta yang sudah pasti teramat lelah. Tetapi Om indra dan Rifki tetap pada planning, mengingat masih ada job menunggu di hari Sabtu. Rombongan summit attack akhirnya terpisah. Malam ini, Om Indra dan Rifki muncak bareng teman-teman dari SMA 4 Jogja dan beberapa dari yang lain. Sedangkan kita ber-10 tidur lelap beralaskan pasir Kalimati dan gemuruh langit yang membahana.
HARI 3 (16 September 2010)
Pagi telah datang, planning hari ini hanyalah menyiapkan fisik untuk summit attack nanti malam. Kami mencoba bermain-main di Sumber Mani, bercanda bersama disana tapi tidak untuk buang hajat bersama :hammer: .
Kamera kami kalungkan di leher, siap untuk mencari hal-hal yang tidak biasa di mata kami sambil mengisi waktu hingga tengah malam tiba.
Sebagian dari kami mulai bereksperiman dengan masakan.
kami juga sembari berolahtaga ke Sumber Mani.
Dan di siang ini saya terlalu sering memutar lagu Cahaya Bulan (OST GIE) dalam dentuman earphone ipod.
… disini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
kenapa matahari terbit menghangatkan bumi
aku orang malam yang membicarakan terang
aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang…
Siang sudah menjamah, matahari sudah diatas kepala tetapi awan menutupinya. Om Indra dan Rifki mulai terlihat dari kejauhan. Akhirnya, mereka selamat sampai dsini lagii. Dan perlahan awan mendung mulai melingkupi kawasan Kalimati, tak berapa lama hujan mulai menetes dan kami menghentikan semua aktifitas dan kembali ke tenda masing-masing. Om Indra dan Rifki pun mengurungkan niat untuk turun hari itu juga, melihat hujan yang kelihatannya ‘awet’.
Sampai senja menghampiri pun, hujan rintik-rintik masih membasahi tenda ini. Sebagian kami pun sudah terlelap dengan mimpi Mahameru (mungkin).
Alarm handphone butut saya sudah berdering, pukul 22.00. Waktunya bangun, mengisi perut dengan makanan berkalori yang harus bisa bertahan untuk mencapai puncak. Tepat pukul 23.00 semua sudah ready yaitu kita ber-9 dari OANC dan ditambah 1 orang dr Jakarta yaitu Otoy. Satu orang dari kita, Anduk merelakan diri untuk stay di tenda, mengingat dia harus balik Jogja menggunakan motor dari Malang. Tak lupa kami memanjatkan doa, untuk memohon bimbingan yang Kuasa agar kami bisa sampai Puncak bersama dan kembali bersama pula.
Malam itu cerah, teringat sebuah lagu dari Padi yang berjudul Mahadewi,
Hamparan lagit maha sempurna
Bertahta bintang-bintang angkasa
Namun satu bintang yang berpijar.
Teruntai turun menyapa aku
Ada damai yang kurasakan…..
HARI 4 (17 September 2010)
Dinginnya lereng Semeru ini membayangi perjalanan kami. Penunjuk jalan kami, Nesa yang sebelumnya pernah ke Semeru bersama trip Om Utan, menjadi leader kami malam ini. Dan sweeper tetap pada Yudi. Berulang kami beristirahat, berulang kali kami melihat ke atas, dan terasa Mahameru sangat jauh. Arcopodo telah terlewati, perlahan tibalah kami di Cemoro Tunggal. Hari masih gelap, dingin menusuk tulang kami, dan pasir-pasir ini membuat saya sedikit putus asa. Teringat sebuah lagu, Time is Running Out[/I] nya Muse
I won't let you bury it
I won't let you smother it
I won't let you murder it
But our time is running out
But our time is running out
You can't push it underground
You can't stop it screaming out
Semangat muncul kembali, tak henti-hentinya orang yang ada di depan dan belakang saya menyemangati, akhirnyaaaaaaaa…..
Tepat pukul 05.30 saya dan rombongan tiba di PUNCAK MAHAMERU, puncak abadi para dewa
… Mahameru berikan damainya, didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa, puncak abadi para dewa
Masihkah terbesit asa anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji, oleh ganas cengkraman hutan rimba….
Rasa-rasanya inilah klimax dari perjalanan 3 hari lalu. Inilah tujuan awal kita. Dan sekarang disini kita berdiri. Yaah, sebuah tanah tertinggi di Pulau Jawa. Setidaknya kaki-kaki kami pernah menapakinya walau hanya sesaat.
3676 mdpl
langkah ini gontai, tapi semangat kami tidak putus
pundak ini lemah, tapi hati berkata 'terus'
kaki ini lelah, tapi otak kami tetap maju
langkah demi langkah, kami menyusuri alur itu
tanah datar menjadi persinggahan sementara
nafas mulai menjadi patahan desah
tapi semua terbayarkan...
terbayar dengan symphoni alam yang takkan pernah terenggut
Mahameru, luarbiasa elokmu
kugoreskan kaki kecil ini diatasmu
kupanjatkan doa di atas tanahmu
di tanah tertinggi, pulau ini
Terimakasih Tuhan, kesempatan mencium bau tanah ini
sebuah penghargaan hidup
antara aku, kamu, dan mereka
tetaplah mencintai alam kita
_clara
Pukul 06.30 kami mulai menuruni lereng semeru itu lagi. Dengan tawa yang sumringah kami berjalan beriringan, dan akhirnya terpecah. Rasa-rasanya kami bermain ski diatas pasir dengan trekking pole di tangan. Pasir yang gembur memudahkan kami berlari di kemiringan. Jujur saja, kami tidak tega melihat wajah-wajah lelah dan putus asa para pendaki yang baru akan mencapai Mahameru, tidak sedikit para 160 :mewek . Beruntunglah saya, punya teman2 seperjalanan yang masih menyemangati hingga Mahameru tergapai. You’re great friends. :kiss …..
Hanya 2 jam dari puncak Mahameru sampailah kita di Kalimati tepat pukul 08.30. Waktu yang begitu kontras ketika pendakian. Sampai di Kalimati sebagian dari kami langsung tepar, ada juga yang membuat makan siang dulu seperti saya dan Om Wawo. Pukul 09.00 Om Indra dan Rifki meninggalkan kami untuk turun duluan langsung menuju Ranupane. Mulai pukul 12.00 kami mulai bangun dari tidur dan bersiap-siap packing, melanjutkan perjalanan menuju Ranu Kumbolo.
Dengan candaan ringan tak terasa packing baru selesai pukul 14.00 dan segeralah kami meninggalkan Kalimati, dan bergegas menuju Ranu Kumbolo melihat awan yang tidak mendukung. Mulai Blok Jambangan hujan gerimis mengiringi kita. Dengan dengkul-dengkul yang sedikit racing kami semua mencoba untuk berlari agar sampai di Ranu Kumbolo tidak kemaleman.
Akhirnya sampai di Ranu Kumbolo kurang lebih pukul 16.00 dengan awan yang masih menggelayut dan matahari pun enggan menampakkan dirinya. Setelah beristirahat sejenak, sambil memandang jauh kedepan layaknya melihat bioskop penampakan alam yang luar biasa indahnya.
Spot untuk 4 tenda sudah dipilih. Satu persatu tenda berdiri. Acara memasak pun dimulai, sambil bercengkerama kesana-kesini tanpa henti.
Dan malam pun datang memeluk, dalam belaian lembut angin Ranu Kumbolo kami pun tertidur malam itu. Suasana begitu tenang, nyanyian alam pun mengiringi mimpi-mimpi kami. Suasana seperti inilah, yang membuat saya selalu rindu untuk kembali melangkahkan kaki ke tanah-tanah tertinggi.
HARI 5 (18 September 2010)
Pagi menjelang, dan kami masih melingkar di dalam tenda. Ada yang sudah bersiap mengambil foto, ada yang sekedar mencuci muka, ada juga yang bersiap membuat sarapan. Pagi ini cuaca cerah, bersahabat dengan kepulangan kami. Planning kepulangan dibuat, diputuskan kami pulang melewati Gunung ayak-ayak. Lagi-lagi yang tau medan hanyalah Nesa, dy lagi yang jadi leader kita saat itu.
Pukul 10.00 semua sudah siap, packing rapi, sampah sudah ‘digembol’, dan doa dimulai. Perjalanan dimulai. Memang, pemandangannya diawal bagus banget (kalo saya ngeliat kayak di Juracssic Park sama yang diceritakan buku 5cm) . Tapi medan yang menanjak tidak begitu bersahabat dengan kaki kami yang mulai melemah. Arrrrgh, nanjak lagi dan lagi. Huuuuft,…
Akhirnya sampai di Ranu Pane tepat pukul 14.00, dan jeep sudah menunggu kita untuk kembali ke peradaban.
Yaaah, Semeru… banyak darimu yang kami dapatkan..
sebuah nilai persahabatan.. sebuah nilai kepedulian.. sebuah nilai kerjasama.. sebuah nilai tentang menghargai hidup..
Entah kapan, suatu saat aku akan kembali lagii….
Kita Untuk Selamanya (Bondan Prakoso feat Fade 2 Black)
Bergegaslah kawan sambut masa depan, tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman, sebuah perpisahan, Kenanglah sahabat Kita untuk Selamanya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar